Latest News

Pocung

Pocung atau pocong ialah orang yang telah mati kemudian dibungkus kain kafan. Itulah batas antara kehidupan mercapadha yang panas dan rusak dengan kehidupan yang sejati dan abadi. Bagi orang yang baik maut justru menyenangkan sebagai kelahirannya kembali, dan merasa kapok hidup di dunia yang penuh derita. Saat nyawa meregang, rasa senang bagai lenyapkan dahaga mereguk embun pagi. Bahagia sekali disambut dan dijemput para leluhurnya sendiri. Berkumpul lagi di alam yang awet azali. Kehidupan gres sesudah raganya mati.

Tak terasa bila diri telah mati. Yang dirasa semua orang kok tak mengenalinya lagi. Rasa sakit hilang tubuh menjadi ringan. Heran melihat raga sendiri dibungkus dengan kain kafan.  Sentuh sana sentuh sini tak ada yang mengerti. Di sana-di sini ketemu orang yang menangisi. Ada apa kok jadi begini, merasa heran kenapa sudah senang dan senang kok masih ditangisi. Ketemunya para kadhang yang telah usang nyawanya meregang. Dalam dimensi yang tenang, hawanya sejuk tak terbayang. Kemana mau pergi terasa bersahabat sekali. Tak ada lagi rasa lelah otot menegang. Belum juga sadar bahwa diri telah mati. Hingga beberapa hari barulah sadar..oh jasad ini telah mati. Yang awet tinggalah roh yang suci.

Sementara yang durjana, meregang nyawa tiada yang peduli. Betapa sulit dan sakit meregang nyawanya sendiri, menjadi sekarat yang tak kunjung mati. Bingung kemana harus pergi, toleh kanan dan kiri  semua bikin gelisah hati.  Seram mengancam dan mencekam. Rasa sakit kian terasa meradang. Walau mengerang tak satupun yang dapat menolongnya. Siapapun yang hidup di dunia niscaya mengalami dosa. Tuhan Maha Tahu dan Bijaksana tak pernah luput menimbang kebaikan dan keburukan walau sejumput. Manusia gres sadar, yang dituduh kapir belum tentu kapir bagi Tuhan, yang dianggap sesat belum tentu sesat berdasarkan Tuhan. 

Malah-malah yang suka menuduh  menjadi tertuduh. Yang suka menyalahkan justru bersalah. Yang suka mencaci dan menghina justru orang yang hina dina. Yang gemar menghakimi orang akan tersiksa. Yang suka mengadili akan diadili. Yang ada tinggalah rintihan lirih tak berarti, “Duh Gusti pripun kok kados niki…! Oleh alasannya ialah itu, hidup kudu jeli, nastiti, dan ngati-ati. Jangan suka menghakimi orang lain yang tak sepaham dengan diri sendiri. Bisa jadi yang salah malah eksklusif kita sendiri. Lebih baik kita selalu mawas diri, semoga kelak kalau mati arwahmu tidak nyasar menjadi memedi.


Ana surya suntrut medal saking timur
Ono mego takon padange wurung
Ana gelo gelane Bapa Biyung
Ana pitakon mlayu sakulon gunung
Kang nunggoni deleg-deleg bingung
Raga katata ngalor mujur
Jroning peteng sepi samun
Ngindit dosa gede sak gunung
Tan weruh sukmo dumunung
Pucung werdine gempita agung
Pucung pocong werdine ayun

Terjemah:

Ada mentari bersinar kelabu dari timur
Ada mega bertanya:”mengapa surya tak jadi bersinar?”
Ada yang merasa kecewa, kecewanya Bapak dan Ibu
Ada kata tanya berlari ke sebelah baratnya gunung
Yang menunggu mirip arca orang bingung
Saat raga dihadapkan membujur ke arah utara
Dalam gelap gulita dan sunyi
Memikul beban dosa seberat gunung
Tak tahu sukma bersemayam dimana?
Pocung artinya maut yang menjadi diam-diam Alam Raya
Pocung artinya batas final kehidupan manusia

Pocung: Orang mati dikafani(dipocong)

0 Response to "Pocung"

Total Pageviews