Latest News

Filosofi Dan Makna Tembang Lir Ilir Sunan Kalijaga

Lagu Ilir Ilir pada zaman Kerajaan Jawa Islam sangat terkenal dinyanyikan sebagai tembang dholanan dikalangan belum dewasa dan masyarakat di Jawa. Dalam orde usang dan orde gres nyanian ini terdaftar sebagai lagu wajib  dalam lembaga-lembaga umum di Jawa timur dan Jawa Tengah. Namun pada kurun reformasi kini ini lagu tersebut jarang dinyanyikan kalangan belum dewasa bahkan sudah tidak pernah lagi, Lagu ini mulai kembali digemakan baik dalam nuansa religius sebagaimana ditampilkan oleh grup musik  Kiai Kanjeng yang digawangi seniman dan budayawan Emha Ainun Najib maupun dalam konsep aslinya yaitu dolanan yang mulai dipopulerkan oleh grup band berjulukan Rich Band.

Sunan Kalijaga sangat bersahabat ditelinga rakyat apalagi didaerah Jawa, Beliau sangat terkenal sebab banyak sekali ciptaanya dan dakwahnya .Salah satunya membuat tembang  mirip Tembang Rumekso in Wengi dan tembang Lir Ilir. Lir-ilir merupakan salah satu tembang Jawa di gunakan Sunan Kalijaga untuk melaksanakan dakwah Islam di Jawa.  Tembang lir-ilir tersebut berbunyi :

“Lir-ilir, Lir Ilir , Tandure wus sumilir , Tak ijo royo-royo ,Tak sengguh temanten anyar, Cah Angon, Cah Angon , Penekno Blimbing Kuwi , Lunyu-lunyu penekno  Kanggo Mbasuh Dodotiro, Dodotiro Dodotiro, Kumitir Bedah ing, pinggir , Dondomono, Jlumatono , Mumpung Padhang Rembulane, Mumpung Jembar Kalangane , Yo surako surak Iyo”
 

Tembang lir-ilir ini terkenal dalam berbahasa jawa sebab diciptakan di Jawa, arti dalam bahasa indonesianya kurang lebih mirip ini :

“Sayup-sayup, Sayup-sayup berdiri (dari tidur). Tanaman-tanaman sudah mulai bersemi, demikian menghijau bagaikan gairah pengantin baru. Anak-anak penggembala, tolong panjatkan pohon blimbing itu, walaupun licin tetap panjatlah untuk mencuci pakaian. Pakaian-pakaian yang koyak disisihkan. Jahitlah benahilah untuk menghadap nanti sore. Selagi sedang jelas rembulannya. Selagi sedang banyak waktu luang. Mari bersorak-sorak ayo”

Tembang ini mempunyai makna yang mendalam dan makna khusus sebab tembang ini bukan tembang biasa. Jika kita sanggup memaknai nya secara mendalam, tembang ini sebagai wangsit kacamata kehidupan kita. Tembang karya Kanjeng Sunan ini mengatakan hakikat kehidupan dalam bentuk syair yang indah.

Carrol McLaughlin, seorang profesor harpa dari Arizona University terkagum kagum dengan tembang ini, beliaupun sering memainkannya. Dalam alinea pertamanya berbunyi “Lir-ilir-Lir-ilir, Tandure wus sumilir , ijo royo-royo, Tak sengguh temanten anyar” mempunyai makna bagunlah bukan berarti berdiri dari tempat tidur.

Tetapi kita diminta berdiri dari keterpurukan, berdiri dari sifat malas, berdiri dari kebodohan perihal tidak mengenal Allah, berdiri dari sifat yang buruk penyakit hati, berdiri dari kesalahan-kesalahan dan hendaknya kita senantiasa mohon ampun kepada Allah dan brdzikir untuk lebih mempertebal keimanan yang telah ditanamkan oleh Allah dan lebih mendekatkan diri kepada Allah.

“tandure wus sumilir, Tak ijo royo-royo tak, senggo temanten anyar”. Bait ini mengandung makna  kalau kita telah berdzikir kita akan mendapat banyak manfaat bagi kita sendiri dan menghasilkan buah makrifat atas izin Tuhannya. Pengantin gres ada yang mengartikan sebagai Raja-Raja Jawa yang gres memeluk agama Islam. Sedemikian maraknya perkembangan masyarakat untuk masuk ke agama Islam, namun taraf peresapan dan implementasinya masih level pemula, layaknya penganten gres dalam jenjang kehidupan pernikahannya msih dalam level pertama.

Selanjutnya makna Cah Angon-cah angon Penekno Blimbing Kuwi Lunyu-lunyu penekno Kanggo mbasuh dodotiro . “Cah angon” ? kenapa kata yang di pilih Sunan Kalijaga yakni cah angon, bukan presiden atau para pengusaha, ini menjadi pertanyaan besar buat kita ? Sunan Kalijaga menentukan kata “cah angon” sebab intinya cah angon yakni pengembala, Pengembala mempunyai makna seorang yang bisa membawa makmumnya, seorang yang bisa “menggembalakan” makmumnya dalam jalan yang benar yang diridhoi oleh Allah.

Pengembala dalam tembang disini masksudnya dapatkah kita menggembalakan dan menahan hati kita dari dorongan hawa nafsu yang demikian kuatnya dan menahan hal-hal yang membuat kita akan cenderung melaksanakan dosa. Kita harus menentang hawa nafsu yang sanggup menejerumuskan kita  ke lembah syetan yang tidak diridhoi Allah, dengan cara berpegang teguh dengan rukun Islam yang yang notabene buah belimbing bergerigi lima buah yang di ibaratkan rukun islam. 

Makara meskipun sulit, kita harus sekuat tenaga tetap berusaha menjalankan rukun islam yang merupakan dasar dari agama Islam meskipun banyak halangan dan rintangan. “Penekno” ? dalam bahasa indonesia yakni “panjatlah” ini yakni seruan para wali kepada Raja-Raja tanah Jawa untuk memeluk Islam dan mengajak masyarakat untuk mengikuti jejek para pemimpin Islam Nabi dan Rosul dalam menjalankan syari’at Islam. Walaupun dengan penuh rintangan baik harta, benda maupun tahta dan godaan  lain maka kita harus tetep bertaqwa kepada Allah.

“Dodotiro Dodotiro, Kumitir Bedah ing pinggir”, yang maknanaya Pakaian taqwa harus kita bersihkan, yang buruk jelek kita hindari dan kita tinggalkan, perbaiki kehidupan dan budbahasa kita, mirip merajutpakaian sampai menjadi pakaian yang indah ”karna sebaik-baik pakaian yakni pakaian bertaqwa kepada Allah.

Dondomono, Jlumatono, Kanggo Sebo Mengko sore ini Pesan dari para wali bahwa suatu saat kau akan mati dan akan menemui Sang Maha Pencipta untuk mempertanggungjawabkan segala perbuatanmu didunia baik amal baik maupun amal buruk. Maka perbaikilah  dan sempurnakanlah ke-Islaman kita biar kita selamat pada hari pertanggung tanggapan kelak. Pakaian taqwa kita sebagai insan biasa niscaya terkoyak dan berlubang, untuk itu kita diminta untuk selalu memperbaiki dan membenahinya biar kelak kita sudah siap saat dipanggil menghadap kehadirat Allah SWT.

Mumpung padhang rembulane Mumpung jembar kalangane Yo surako surak iyo!!! Selagi kita masih ada kesempatan, kita harus senantiasa mohon ampun kepada Allah, menahan hawa nafsu duniawi yang sanggup menjermuskan kita, dan senantiasa bertaqwa kepada Allah sebagai bekal pertanggung tanggapan kita kelak di akhirat.

Begitulah, para wali mengingatkan biar para penganut Islam melaksanakan hal tersebut saat pintu hidayah masih terbuka lebar, saat kesempatan itu masih ada di depan mata kita, saat usia masih melekat pada hayat kita saat kita masih di beri kesehatan . Sambutlah seruan ini dengan sorak sorai, senantiasa bersyukur dan menegakan syari’at Islam. Dalam firman Allah :
 “Mari kita terapkan syariat Islam” sebagai tanda kebahagiaan.

Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kau kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kau (Al-Anfal :24)

Dari uraian diatas kita melihat bagaimana Sunan Kalijaga secara jenius menerjemahkan fatwa Islam dalam rangkaian syair dan tembang pendek yang mempunyai makna mendalam mengenai perlunya seseorang dalam memperhatikan hidup kita selama di dunia ini. Jangan hanya berorientasi pada keduniawian melainkan berorientasikan pada kehidupan dalam alam kekekalan yaitu akhirat. Sehingga kehidupan dunia dan darul abadi harus seimbang.

Sunan Kalijaga mengingatkan insan bahwa kita mempunyai  pertanggung tanggapan eksklusif kepada Tuhan, Karena semua perbuatan kita akan dimintai pertanggung tanggapan dari kita. Sunan Kalijaga memperlihatkan Islam sebagai jalan dan bekal untuk menghadapi tamat hidup dan pertanggungjawaban akhir. Dengan berbekal mengenai keislaman dengan Rukun Imannya yaitu Sahadat, Sholat, Zakat, Shaum, Haji dan senantiasa melaksanakan hal-hal yang baik menjauhi perbuatan buruk untuk mendapat kehidupan yang baik diakhirat nanti
Kesimpulan

Tembang lir-ilir ciptaan Sunan Kalijaga ini mempunyai makna yang mendalam dan sanggup menginspirasi hakikat kehidupan kita. Karena dalam tembang jawa ini mengandung unsur-unsur seruan untuk kembali kepada Allah, senantiasa mengingat kepada Allah, dan menahan hawa nafsu biar kita tidak terjerumuskan ke lembah yang tidak di ridho’i Allah, selalu mohon ampun kepada Allah.

Sunan Kalijaga juga meningatkan kepada kita bahwa perbuatan baik dan amalan menempati tugas penting termasuk Sahadat, Sholat, Zakat, Haji, Puasa dalam Islam sebagai bekal yang menentukan keselamatan seseorang yang harus dibawa dan dipertanggungjawabkan saat mereka mengalami tamat hidup kelak.

Lagu Lir Ilir memberi kita pelajaran dan pesan, hendaknya insan menyadari, bahwa hidup di dunia ini tidak akan usang dalam bahasa jawa diibaratkan “urip iku sekedar mampir ngombe” yang maknanya hidup itu sementara, seyogjanya kita semua harus mempersiapkan diri dengan sebaik-baiknya sehingga kelak kita akan siap saat datang saatnya kita semua dipanggil menghadap kehadirot Allah SWT.

0 Response to "Filosofi Dan Makna Tembang Lir Ilir Sunan Kalijaga"

Total Pageviews